MAKALAH
PERBEDAAN TZMKO 1939 DAN DEKLARASI DJUANDA
(Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan)
oleh
INDAH PURWANTI
2107160019
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PEDIDIKAN
UNIVERSITAS
GALUH
CIAMIS
2017
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah
Kewarganegaraan tentang “Perbedaan TZMKO 1939 dan
Deklarasi Djuanda”
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh dosen.
Saya selaku penulis berharap semoga kelak makalah ini dapat
bermanfaat serta menambah wawasan tentang Perbedaan
dan Pemahaman Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939 dan
Deklarasi Djuanda. Tak lupa saya selaku penulis ucapkan terima kasih banyak
kepada Dosen yang telah membimbing saya dalam proses pembuatan makalah.
Selaku penulis saya
menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan pasti ada kesalahan
dan kekurangan, sehingga saya meminta
kritik dan saran dari rekan-rekan semua demi perbaikan ke depannya.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi kita semua.
Ciamis,
April 2017
Indah
Purwanti
|
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap warga bangsa dalam suatu
Negara pasti memiliki wawasan nusantara, karena wawasan nusantara secara tidak
langsung menambah pengetahuan akan semua yang ada di Negara tersebut dan yang
lainnya.
Pada dasarnya, wawasan nusantara
adalah untuk mewujudkan persatuan. Tahun 1928, wujud dari persatuan tercetus
melalui sumpah pemuda. Persatuan menjadi pedoman dan arah perjuangan bangsa
untuk mendirikan suatu Negara yang merdeka dan berdaulat.
Keberadaan wawasan nusantara sebagai
dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia kurang dipahami oleh rakyat
Indonesia sendiri. Kurangnya pemahaman tersebut dapat menimbulkan terjadinya
perpecahan antar bangsa dan pelanggaran kawasan-kawasan di nusantara. Karena
itu, pemahaman yang baik mengenai wawasan nusantara dapat mengatasi hal
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa perbedaan TZMKO dan Deklarasi Djuanda?
2. Bagaimana cara menentukan batas laut
Djuanda?
3.
Wawasan Nusantara Apa sajakah yang berada didalam
Deklarasi Djuanda ?
1. 3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui perbedaan TZMKO dan Deklarasi Djuanda.
2. Untuk megetahui cara menentukan
batas laut Djuanda.
3.
Untuk mengetahui posisi silang laut TZMKO
1.4 Manfaat
1.
Dapat mengetahui perbedaan TZMKO dan Deklarasi Djuanda.
2.
Dapat menentukan batas laut Djuanda.
1.5 Metode Penulisan
Metode pustaka yaitu dengan mempelajari dan
mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku
maupun informasi di internet sebagai referensi.
BAB
II
PEMBAHASAN
Gambar 1. Peta Batas Wilayah
Indonesia Berdasarkan TZMKO 1939 (sebelum Deklarasi Djuanda)
Hukum
Laut TZMKO (Teritoriale ZEE En Maritim Kringen Ordonantie) ORDONANSI LAUT
TERITORIAL DAN LINGKUNGAN-LINGKUNGAN MARITIM 1939 (Territoriale zee en
maritieme kringen-ordonnantie 1939.) Catatan: Ordonansi ini s. d. u. dg. UU No,
4/Prp/1960dan PP No. 811962 Pasal I. ”Dengan mencabut ordonansi laut teritorial
dan lingkungan-lingkungan maritim, yang ditetapkan dalam pasal I sub c
(baca-pasal I) dalam ordonansi tanggal 11 Oktober 1935 (S. No. 497.) sebagaimana
telah diubah dengan ordonansi tanggal 3Mei 1938 (S. 200.),
Maka
ditetapkan Peraturan berikut yang dapat disebut sebagai "Ordonansi laut
teritorial dan lingkungan-lingkungan maritim1939". Pasal II. (1) Segala
aturan yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Lama yang disebut dalam
pasal I masih tetap berlaku, kecuali aturan-aturan yangsecara tegas dicabut
menurut ordonansi ini. (2) Dalam lima tahun sebelum tanggal berlakunya
ordonansi ini,maka semua surat izin yang masih terpakai (berlaku) dan telah diberikan dahulu,
dianggap telah diberikan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalamordonansi ini;
dan semua izin-izin lainnya dibatalkan pada saat berlakunya ordonansi ini.
Pasal III. Di mana ada ditunjuk salah satu dari pasal-pasal
1 dan 8 sampai dengan 14 dari"Ordonansi laut teritorial dan
lingkungan-lingkungan maritim" (S.1935-497.) di dalam beberapa peraturan
perundang-undangan dan aturantata-usaha, maka untuk ini haruslah dibaca
(diganti dengan) pasal-pasal yangsesuai dengan bunyi "Ordonansi laut teritorial
dan lingkungan-lingkungan maritim 1939" ini Pasal IV. Ordonansi ini mulai
berlaku pada hari ketigapuluh setelah diumumkan (diumumkan padatanggal 26
Agustus 1939.)
Wilayah
Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah perairan mempunyai banyak celah kelemahan
yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain yang pada akhirnya dapat meruntuhkan
bahkan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia. Indonesia yang memiliki
kurang lebih 13.670 pulau memerlukan pengawasan yang cukup ketat. Dimana
pengawasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh pihak TNI/Polri saja tetapi
semua lapisan masyarakat Indonesia. Bila hanya mengandalkan TNI/Polri saja yang
persenjataannya kurang lengkap mungkin bangsa Indonesia sudah tercabik – cabik
oleh bangsa lain. Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini
berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas
daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh
PBB tahun 1982, berikut ini adalah gambar pembagian wilayah laut menurut
konvensi Hukum Laut PBB.
Wilayah perairan laut Indonesia
dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona laut Teritorial, zona Landas kontinen,
dan zona Ekonomi Eksklusif.
a. Zona Laut Teritorial Batas laut
Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke
arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan,
sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di
tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak
antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut yang
terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal/perairan dalam
(laut nusantara). Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan
titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar. Sebuah negara mempunyai hak
kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban
menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Deklarasi
Djuanda kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-undang No.4 Prp. 1960.
b. Zona Landas Kontinen Landas
kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan
lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter.
Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen
Asia dan landasan kontinen Australia. Adapun batas landas kontinen tersebut
diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara
atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara
tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara. Di dalam
garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan
sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur
pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini
dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.
c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Zona
Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka
diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia
mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona
ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di
bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Laut
Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara
dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis
yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu
sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
d. Melalui Konfrensi PBB tentang
Hukum Laut Internasional ke-3 tahun 1982 Pokok-pokok negara kepulauan
berdasarkan Archipelago Concept negara Indonesia diakui dan dicantumkan dalam
UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea) atau konvensi PBB
tentang Hukum Laut. Indonesia meratifikasi Unclos 1982 melalui UU No.17 th.1985
dan sejak 16 Nopember 1993 Unclos 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara
sehingga menjadi hukum positif (hukum yang berlaku di masing-masing negara).
Berlakunya Unclos 1982 berpengaruh dalam upaya pemanfaatan laut bagi
kepentingan kesejahteraan seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)
dan Landas Kontinen Indonesia. Perjuangan tentang kewilayahan dilanjutkan untuk
menegakkan kedaulatan dirgantara yakni wilayah Indonesia secara vertikal
terutama dalam memanfaatkan wilayah Geo Stationery Orbit (GSO) untuk
kepentingan ekonomi dan pertahanan keamanan.
2.2
Posisi
Silang Indonesia Laut TZMKO
a. Belanda, devide et impera.
Sebelum deklarasi Juanda berlaku, hukum laut yang berlaku di Indonesia
adalah hukum laut buatan pemerintah Hindia Belanda tahun 1939 yang dikenal
Teritorale Zee Martime Keringen (TZMKO). Peraturan ini menimbulkan laut bebas.
Adapun keuntungan dan kerugian diberlakukannya TZMKO adalah sebagai berikut:
Ø Keuntungan
Apabila bangsa indonesia mampu mengelola, menguasai
dan mengendalikan secara nyata seluruh obyek lalu lintas kekuatan dan
pengeruh-pengaruh yang melintasi Nusantara, maka hal objek lalau lintas
tersebut dapat dimanfaatkan untuk sinergi kekuatan bangsa Indonesia.
Ø Kerugiannya
Persaingan antar negara dalam mengambil dan
memanfaatkan sumber daya kekuatan yang ada di “jalur bebas” berimplikasi luas
terhadap keutuhan wilayah nusantara dan kesejahteraan bangsa dan negara
Indonesia.
b. Geografi
Perlu kita ketahui bahwa Kepulauan nusantara merupakan kepulauan terbesar
di dunia. Bentuknya memanjang di sekitar khatulistiwa. Panjang kepulauan
nusantara ini setara dengan jarak pantai timur ke pantai barat Amerika Serikat.
Jumlah pulau yang berada di Indonesia adala 17.508 dengan 6.044 diantaranya
telah mempergunakan nama. Letak wilayah Indonesia adalah sebelah khatulistiwa
dengan batas :
1. Utara : lebih kurang 6° LU
2. Selatan : lebih kurang 11° LS
3. Barat : lebih kurang 95° BT
4. Timur : lebih kurang 141° BT
c. Geopolitik
Kata Geopolitik ini berasal dari “geo” yang berarti bumi dan poltik.
Geopolitik ini mengandung pengertian kebijakan politik yang mengaitkan pengaruh
letak geografi bumi yang menjadi wilayah, manusia yang tinggal di atas
permukaan bumi. Dengan demikian, geopolitik adalah landasan ilmiah bagi
tindakan politik dalam memperjuangkan demi kelangsungan hidup semua organisasi
negara untuk memperoleh ruang hidupnya.
Geopolitk
dikembangkan sesuai dengan pancasila, sehingga tidak mengandung unsur-unsur
ekspansionisme maupun kekerasan. Bangsa Indonesia harus memiliki
kemampuan-kemampuan statik maupun dinamik dibidang kesejahteraan dan keamanan.
d. Geotrategi
Pengertian dari Geotrategi adalah kebijaksanaan pelaksanaan dari
geopollitik yang mencakup : menentukan tujuan, menentukan sarana, menentukan
cara penggunaan sarana untuk mencapai tujuan.
Keadaan dan
letak negara pada posisi saling memberikan pengaruh terhadap segenap kehidupan
bangsa. Pengaruh-pengaruh tersebut pada satu pihak memang mengutungkan, tetapi
pihak lain tidak menguntungkan, bahkan megundang berbagai bentuk ancaman yang
bebahaya. Dalam menyusun strategi untuk menjamin kelangsungan hidupnya, bangsa
Indonesia harus lebih memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor yang
tidak menguntungkan.
2.3 UNCLOSS dengan ZEE
Bagi Indonesia Melalui Konfrensi PBB
tentang Hukum Laut Internasional ke-3 tahun 1982, pokok-pokok negara kepulauan
berdasarkan Archipelago Concept negara Indonesia diakui dan dicantumkan dalam
UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea) atau konvensi PBB
tentang Hukum Laut. Indonesia meratifikasi Unclos 1982 melalui UU No.17 th.1985
dan sejak 16 Nopember 1993 Unclos 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara
sehingga menjadi hukum positif (hukum yang berlaku di masing-masing negara).
Berlakunya Unclos 1982 berpengaruh dalam upaya
pemanfaatan laut bagi kepentingan
kesejahteraan seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas
Kontinen Indonesia.
2.4 Hukum Laut Deklarasi Djuanda Deklarasi Djuanda
Gambar 2. Peta Batas Wilayah Indonesia Setelah Deklarasi
Djoeanda.
Hukum Laut Deklarasi Djuanda Deklarasi Djuanda yang
dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada
saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia
bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam
kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Sebelum deklarasi
Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia
Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939
(TZMKO 1939).
Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di
wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya
mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari
garis
pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang
memisahkan pulau-pulau tersebut. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia
menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat
itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut
antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan
kawasan
bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960
tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda
2,5 kali lipat dari 82.027.087
km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah
Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional. Berdasarkan
perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar
( kecuali Irian Jaya ), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang
8.069,8 mil laut.
Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada
tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB
ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS
1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun
1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
TZMKO 1939 tidak menjamin kesatuan wilayah Indonesia sebab wilayah Indonesia
menjadi terpisah-pisah, sehingga pada tgl. 13 Desember 1957 pemerintah
mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang isinya :
a. Segala
perairan disekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk
negara Indonesia dengan tidak memandang luas/lebarnya adalah bagian-bagian yang
wajar daripada wilayah daratan Indonesia.
b.
Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman bagi kapal-kapal asing dijamin
selama dan sekedar tidak bertentangan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan
negara Indonesia.
c. Batas
laut teritorial adalah 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik
ujung yang terluar pada pulau-pulau negara Indonesia. Sebagai negara kepulauan
yang wilayah perairan lautnya lebih luas dari pada wilayah daratannya, maka
peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara.
Pada tahun 1999, Presiden Soeharto mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai
Hari Nusantara. Penetapan hari ini dipertegas dengan terbitnya Keputusan
Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi
hari perayaan nasional. Landasan Wawasan Nusantara Wawasan Nusantara adalah
cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai
diri dan lingkungannya yang serba
beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. Sedangkan pengertian
yang digunakan sebagai acuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara sebagai
geopolitik Indonesia adalah: ”cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
9mengenai diri dan lingkungannya yang
serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
wilayah dengan tetap menghargai dan
menghormati kebhinekaan dalam setiap
aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional”.
a.
Landasan Idiil (Pancasila) Pancasila sebagai falsapah Bangsa Indonesia telah
dijadikan landasan idiil dan dasar negara sesuai dengan yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945.
b.
Landasan Konstitusional (UUD 1945) Unsur Dasar Wawasan Nusantara :
1. Wadah (Contour) Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat serba
nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka ragam budaya. Bangsa
Indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan
kenegaraan dalam wujud supra struktur politik dan wadah dalam kehidupan
bermasyarakat adalah berbagai kelembagaan dalam wujud infra struktur politik.
2. Isi
(Content) Adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita
serta tujuan nasional.
3. Tata laku (Conduct)
Hasil interaksi antara wadah dan isi wasantara yang terdiri
dari :
a. Tata
laku Bathiniah yaitu mencerminkan jiwa, semangat dan mentalitas yang baik dari
bangsa Indonesia.
b. Tata
laku Lahiriah yaitu tercermin dalam tindakan, perbuatan dan perilaku dari
bangsa Indonesia. Kedua tata laku tersebut mencerminkan identitas jati
diri/kepribadian bangsa berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki
rasa bangga dan cinta terhadap bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan rasa
nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional. Dengan adanya
wawasan nusantara kita dapat
mempererat rasa persatuan di antara penduduk Indonesia yang saling berbhineka
tunggal ika.
c. Landasan
Visional (Ketahanan Nasional) Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional Bangsa
Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat indonesia, agar tidak
terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai dan mewujudkan
cita-cita dan tujuan nasional.
d. Landasan
Konsepsional (GBHN) Ketahanan Nasional merupakan konsepsi bangsa dan negara,
berkedudukan sebagai landasan konsepsional.
e.
Landasan Oprasional (Kebijakan Dasar Negara) GBHN sebagai politik dan strategi
nasional atau sebagai kebijakan dasar nasional, berkedudukan sebagai landasan
oprasional.
2.6 Wawasan Nusantara
1. Wawasan
Benua. Wawasan benua mendasarkan pada konsep kekuatan di darat, yang
dikemukakan oleh Sir Halford Mackinder (1861-1947) dan Karl Haushofer. Menurut
pendapat mereka, negara yang menguasai daerah Eropa Timur maka akan menguasai
jantung yang berarti menguasai pulau dunia (Eurasia-Afrika), dan yang dapat
menguasai pulau dunia adalah akan menguasai dunia.
2. Wawasan
Bahari.
Wawasan bahari mendasarkan pada
konsep kekuatan di lautan. Tokohnya adalah Sir Walter Raleigh (1554-1618) yang
menyatakan “ siapa yang menguasai lautan akan menguasai perdagangan, dan siapa
yang menguasai perdagangan berarti akan menguasai dunia”. Tokoh lainnya Alfred
Thayer Mahan (1840-1914), yang mengemukakan bahwa kekuatan laut sangat vital
bagi pertumbuhan, kemakmuran, dan keamanan nasional.
3. Wawasa
Dirgantara.
Wawasan dirgantara mendasarkan pada
konsep kekuatan di udara yang dikemukakan oleh Guilio Douchet (1869-1930), J.F.
Charles Fuller (1878), William Billy Mitchell (1877-1946), A. Savesnsky (1894).
menurut konsep ini, kekuatan di udara merupakan daya tangkis yang ampuh
terhadap segala ancaman, dan dapat melumpuhkan kekuatan lawan dengan
penghancuran sehingga tidak mampu lagi bergerak menyerang.
4. Wawasan
Kombinasi.
Wawasan kombinasi merupakan
integrasi ketiga wawasan, yaitu wawasan benua, wawasan bahari, dan wawasan
dirgantara, yang mencakup pula teori daerah batas (Rimland) dari Nicholas J.
Spykman (1893-1943). Teori Spykman inilah pada dasarnya yang melandasi wawasan kombinasi,
dan banyak memberikan inspirasi kepada negarawan, ahli-ahli geopolitik dan
strategi untuk menyusun kekuatan negara dewasa ini.
2.7 Menentukan Batas Laut Deklarasi
Juanda
1. Menentukan titik terluas dari setiap arah Barat, Timur,
dan Selatan.
2. Mengembangkan titik-titik terluas
dengan garis pangkal lurus.
3. Menarik
keluar selebar 12 mil drajat koordinasi untuk menjaga persatuan dan kesatuan
Wilayah NKRI sesuai dengan UUD 1945 pasal 1.
2.8 Perbedaan Hukum Laut Hindia Belanda 1939 dan
Hukum Laut Deklarasi Juanda
TZMKO Belanda Devide et Impera
mengatakan batas wilayah berjarak 3 mil
yang diukur dari garis dasar yang telah membentuk garis rendah dari setiap
pulau. Geografi Negara Indonesia adalah Negara tersebar di asean yang
bercirikan kepulauan letaknya dilalui garis khatulistiwa dengan batas-batas.
Ø Utara
: + 60 Lintang Utara
Ø Selatan
: + 110 Lintang Selatan
Ø Barat : + 950 Bujur Timur
Ø Timur
: + 1410 Bujur Timur
Sedangkan
Deklarasi Djuanda, dikukuhkan dengan UU No. 4/PrP/1960 tanggal 18 Februari 1960
tentang perairan Indonesia. Sejak itu terjadilah perubahan bentuk wilayah
nasional dan perhitungannya. Laut territorial diukur sejauh 12 mil dari
titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan, sehingga merupakan satu
kesatuan wilayah yang utuh dan bulat. Dengan demikian, luas wilayah territorial
Indonesia yang semula hanya sekitar 2 juta KM2 kemudian bertambah menjadi 5 juta KM2
lebih. Rincian perhitungannya :
Daratan : 2.027.087 KM2 +
3.166.163 KM2 = 5.193.250 KM2. Tiga perlima wilayah
Indonesia berupa perairan atau kelautan, dan Indonesia dikenal sebagai Negara
maritim.
SIMPULAN
Sebelum
Deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi
Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeen en Maritieme Kringen Ordonantie
1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di
wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya
mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai.
Wilayah Indonesia yang sebagian
besar adalah wilayah perairan mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat
dimanfaatkan oleh negara lain yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat
menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia.
Batas
dalam ZEE adalah batas luar dari laut territorial. Zona batas luas tidak boleh
melebihi kelautan 200 mil dari garis dasar dimana luas pantai territorial telah
ditentukan. Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil adalah
batas maksimum dari ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang
menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang dari itu, negara itu dapat
mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai tidak akan
memilih mengurangi wilayahnya ZEE kurang dari 200 mil, karena kehadiran wilayah
ZEE di negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas 200 mil menjadi
pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan sejarah dan politik :
200 mil tidak memiliki geographis umum, ekologis dan biologis nyata. Pada awal
UNCLOS zona yang paling banyak di klaim oleh negara pantai adalah 200 mil,
diklaim negara-negara amerika latin dan Afrika. Contoh yang paling menjanjikan
muncul dalam perlindungan zona diadopsi dari Deklarasi Panama 1939. Zona ini telah
disalah pahami secara luas bahwa luasnya adalah 200 mil, padahal faktanya
luasnya beranekaragam dan tidak lebih dari 300 mil.
LAMPIRAN
Matrix Perbedaan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie
1939 dan Deklarasi Djuanda
TZMKO 1939
|
DEKLARASI DJUANDA
|
1.
Produk
hukum peninggalan Belanda
2.
batas
wilayah berjarak 3 mil yang diukur dari garis dasar yang telah membentuk
garis rendah dari setiap pulau
3.
Lebar
lautan itu kurang dari 24 mil laut
4.
Laut
yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut
teritorial
5.
Laut
yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal/perairan
dalam (laut nusantara)
6.
Kedalaman
lautnya kurang dari 150 meter
7.
Batas
landas kontinen diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut
8.
Zona
Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka
diukur dari garis dasar
9.
Diberi kebebasan
pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut
10. Ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama
jauhnya dari garis dasar kedua negara.
|
1. Indonesia dikenal sebagai Negara maritim
2. Laut territorial diukur sejauh 12
mil dari titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan
3. Wilayah Republik Indonesia berganda
2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km²
4. Terciptanya garis maya batas mengelilingi RI
sepanjang 8.069,8 mil laut
5. Tiga perlima wilayah Indonesia
berupa perairan atau kelautan.
|
14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar