Minggu, 04 Juni 2017

Penulisan Ilmiah


ETIKA PENULISAN ILMIAH

Menyusun karangan ilmiah merupakan suatu keharusan bagi setiap mahasiswa di perguruan tinggi. Oleh karena itu, mahasiswa mendapatkan tugas-tugas menulis, baik individu maupun kelompok.
Belajar menyusun karangan ilmiah memberikan mamfaat bagi penulisannya. Pertama, melatih menulis untuk menyusun hasil pemikiran dan penyelidikannya menurut tata cara penulisan yang lazim berlaku. Kedua, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk dapat mengikuti ide atau gagasan-gagasan yang dikemukakan melalui karangannya.
Untuk mengembangkan ide atau pemikirannya, penulis perlu mengumpulkan bahan-bahan, baik bahan yang diperpustakaan maupun berupa penyelidikan. Bahan-bahan pustaka dan penyelidikan merupakan sumber preimer bagi penulis karangan ilmiah. Dengan bahan-bahan itu penulis dapat menghimpun berbagai pemikiran dan penyelidikan dari para ahli yang dapat digunakan untuk menunjang tulisan. Jika penulis mengambil bahan-bahan pustaka untuk dijadikan sumber bagi pegembangan tulisannya, penulis harus jujur mengatakan bahwa tulisannya itu diambil dari sumber lain. Demikian ini merupakan etika penulisan ilmiah (teknis).
Penulis berkewajiban untuk mencamtumkan segala keterangan sumber yang dipergunakan, baik diolah menurut kata-kata penulis maupun yang dikutip langsung. Jika kewajiban-kewajiban tersebut tidak dijunjung tinggi maka penulis telah menyalahgunakan kebebasan akdemis dan ilmiah. Jika demikian, berarti penulis melakukan pemalsuan dan pencurian (plagiat). Penulis yang melakukan plagiat dapat dituntut sebagai pelanggaran hak cipta yang diatur di dalam undang-undang (Surakhmad, 1988:17).
Yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupaun penerima hak untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya atau memberi ijin untuk itu. Hak cipta tervdiri dari hak cipta substantif ialah hak cipta yang melekat pada pencipta dan ciptaannya bersifat pribadi dan akademik. Hak cipta material ialah hak khsus untuk mengumumkan, menyebarluaskan, atau memberi ijin untuk itu. Seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang membuat atau menyusun karya tulis mempunyai hak cipta substantif dan hak cipta material. Hak cipta substantif tidak dapat diindahkan kepada siapapun dengan alasan apapun.
Ada beberapa pelanggaran hak cipta karya ilmiah.
1. Pelanggaran yang dapat dikatagorikan sebagai pelanggaran hak cipta meiputi:
a. Pengalihan hak cipta substantif,
b. Menyebarluaskan karya ilmiah atau karya tulis dengan ijin semua penulis karya tersebut, tetapi dengan sengaja tidak mencamtumkan semua nama penulis,
c. Pengutipan atau penyiaran kepada umum suatu karya tulis atau karya ilmiah dengan memuat atau mengambil sebagian dari karya tulis orang lain dan kutipan menjadi bagian yang dominan dari karya tersebut, serta
d. Pengutipan yang secara sengaja tidak mencamtumkan sumbernya secara lengkap sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah yang dijadikan pedoman oleh pengutip.
2. Berdasarkan jenis pelanggaran seperti tersebut di atas serta frekuensi (banyaknya) kasus pelanggaran yang dapat dibuktikan, dapat ditetapkan tingkat pelanggaran sebagai berikut:
a. Pelanggaran ringan,
b. Pelanggaran sedang, atau
c. Pelanggaran berat (Depdikbud, 1996:142)
Dengan memperhatikan beberapa ketentuan etika penulisan teknis dan hak cipta, penulis harus mempunyai integritas kepribadian ilmuwan. Salah-satu bentuk integritas keilmuaannya adalah dengan berkata jujur bahwa apa yang ditulisnya bukan pendapat pribadi, malainkan hasil rujukan dari bahan lain. Kejujuran dalam merajuk diatur berdasarkan kaidah uraian seperti pada uraian berikut:
Etika Merajuk
Pengertian rujukan dalam pengertian teknis ini sama dengan kutipan. Merajuk atau mengutip adalah mengambil pendapat penulis lain, baik diambil sebagian maupun diambil seluruhnya atau baik secara langsung maupun tidak langsung. Terdapat ketentuan enam merajuk yaitu (1) perajukan dilakukan dengan menggunakan nama akhir, tahun dan halaman, (2) jika ada dua nama pengarang, perajukan dilakukan dengan cara menyebut nama akhir kedua pengarang tersebut, dan (3) jika pengarangnya lebih dari dua orang, perajukan dilakukan dengan cara menulis nama pertama tersebut selanjutnya diikuti dengan cara dkk. (4) jika nama pengarang tidak disebutkan, yang dicantumkan dalam rujukan adalah nama lembaga penerbit, nama dokuemen yang diterbitkan, atau nama koran. (5) karya ilmiah terjemahan, perujukan dilakukan dengan cara menyebutkan nama pengarang aslinya. (6) rujukan dari dua sumber atau lebih yang ditulis pengarang yang berbeda dicantumkan dalam satu tanda kurung dengan titik koma sebagai tanda pemisahnya.
Cara Merajuk Kutipan Langsung
1) Kutipan kurang dari 40 kata
Kutipan yang berisi kurang dari 40 kata ditulis di antara tanda kutip (”.......”) sebagai bagian yang terpadu dalam teks utama, dan diikuti nama penulis, tahun, dan nomor halaman. Nama penulis dapat ditulis secara terpadu dalam teks atau menjadi satu dengan tahun dan nomor halaman di dalam kurung. Perhatikan contoh berikut ini.
Prawoto (1988:187) menyatakan ”pengimformasian tujuan belajar daapt meningkatkan hasil belajar siswa dalam hasil belajar kelas jauh dengan menggunakan modul”.
Nama pengarang disebut bersama dengan tahun penerbitan dan nomor halaman
Contoh:
Kesimpulan dari penelitian itu ”modul untuk media belajar kelas jauh perlu dilengkapi dengan rumusan tujua belajar (Prawoto, 1988:190)”.
Jika terdapat tanda kutip dalam kutipan, digunakan tanda kutip tunggal (’......’)
Contoh:
Hasil penelitian tersebut ”adalah ada korelasi yang signifikan antara kondisi yang individual ’personality’ pembelajaran dengan kemampuan berbahasa” (Dulay, 1986:23).
2) Kutipan langsung lebih dari 40 kata
Kutipan yang berisi 40 kata atau lebih tanpa adanya tanda kutip secara terpisah dari teks yang mendahului ditulis dengan menyebutkan nama pengarang diikuti dengan tahun dan halaman dalam kurung. Kutipan ditulis dengan indentasi 5 (lima) ketukan dan diketik dengan spasi tunggal.
Contoh:
Alwasilah (1985:87) mengkondisikan kodifibilitas berikut ini:
Condifibility decribes the lexical defferences between lenguages, while ini general it si posible to say anyting in one laguage that can be said in any other, the ease wich certain things can be said reflects a difference in codifiabilit. Thus if we can reverto something by one term in English but reguire five in Hopi, we say that thing is more easily codified in English.
Apabila dalam terdapat paragraf barul lagi, baris baru itu dimulai dengan ketukan lagi dari tepi teks kutipan.
Kutipan yang sebagian dihilangkan
Dalam mengutif langsung terdapat kata-kata dalam kalimat yang dihilangkan, kata-kata yang dihilingkan pad bagian awal dan tengah kitipan diganti dengan titik tiga (...), dan jika dihilangkan pada bagian akhir diganti dengan titik empat (....).
Contoh:
1) “Communication is a process by wich information is exchanged between individuals through a common system of symbol,..., or bihavior”. (Alwasilah; 1986:9).
2) Alwasilah (1986:9) menjelaskan bahwa “Communication is a process by wich information is exchanged between individuals through a common system of symbo....l
Cara merujuk kutipan tidak langsung
Kutipan yang disebut secara tidak langsung atau dikemukakan dengan bahasa penulis, ditulis dengan menyebut nama pengarang disertai kurung, tanpa tanda kutip dan terpadu dalam teks.
Contoh:
1) Arikunto (1986:90) menyebutkan bahwa alat tes harus memenuhi syarat antara lain: valid reabel, objektif, dam ekonomis.
2) Alat tes yang baik harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu valid, reabel, objektif, praktis, dan ekomomis (Arikunto, 1986:90).
Cara merujuk kutipan yang telah dikutip
Kutipan yang dirujuk dari kutipan dapat dilakukan dalam keadaan darurat, yaitu benar-benar tidak didapatkan sumber aslinya. Pada prinsipnya penulisan kutipan yang telah dikutip sama dengan penulisan kutipan asli. Perbedaannya terletak pada penulisan rujukan.
Contoh
Wabhankamnas (dalam Sudomo, 1993) menyebutkan bahwa ditinjau dari segi pembangunan nasional dan pengaruh lingkungan strategis, peluang yang dimiliki berupa wadah trigatra, yaitu giografi, sumber kekayaan alam dan demografi.
Penulisan Daftar Rujukan
Daftar rujukan berupa daftar yang berisi buku, artikel, atau bahan-bahan lainnya yang benar-benar dirujuk arau dikutip, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan-bahan yang dibaca akan tetapi tidak dikutip seyogyanya tidak dicantumkan dalam daftar rujukan, sedangkan semua bahan yang dikutip baik secara langsung maupun tidak langsung dalam teks harus dicantumkan dalam daftar rujukan. Pada dasarnya, unsur yang ditulis dalam daftar rujukan meliputi secarabertrut-turut: (1) nama pengarang ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, dan nama tengah tanpa mencantumkan gelar akademik, (2) tahun penerbitan, (3) judul, termasuk sub judul, (4) tempat penerbitan, (5) nama penerbit. Penyusunan daftar rujukan disusun berdasarkan urutan abjad (alfabetis) nama pengarang. Daftar rujukan diketik dengan spasi tunggaldalam satu judul, sedangkan pergantian antar judul diketik dua spasi. Barsi kedua dan seterusnya dalam satu juduk diketik masuk dengan indentasi lima ketu. Cara penulisan daftar rujukan dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Unsur-unsur daftar rujukan dapet bervariasi tergantung pada jenis sumber pustakannya.
1) Sumber dari buku
Tahun penerbitan dituilis setelah nama pengarang, diakhiri dengan titik. Judul buku digarisbawahi atau ditulis dengan huruf miring, dengan huruf besar pada awal setiap kata, kecuali kata hubung. Tempat penerbitan dan nama penerbit dipisahkan dengan titik dua (:).
Contoh:
Garry, R. dan Kingsey, Howard L. 1970. The Nature and Condtion of Learning. Englewood Cliffs: Prentice Hall Inc.
Busri, Hasan. 2003. Analisis Wacana Teori dan Penerapannya. Malang: FKIP Universitas Islam Malang.
Jika ada beberapa buku yang dijadikan sumber dan ditulis oleh orang yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama pula, data tahun penrbitan diikuti dengan lambang a, b, c, dan seterusnya yang urutannya ditentukan secara kronologis atau berdasarkan urutan abjad judul buku-bukunya.
Contoh:
Hadi, Sutrisno. 1982a. Mitodelogi Research. Jilid 1, 2, dan 3. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan FE UGM.
Hadi, Sutrisno. 1982b. Pengantar Statistik. Yogyakarta: Gajah Mada Press.
2) Sumber dari buku yang berisi kumpulan artikel (ada editornya)
Seperti menulis sumber dari buku ditambah dengan tulisan (Ed.) jika ada satu editor dan (Eds.) jika editonya lebih dari satu orang, diantara nama pengarang dan tahun penerbitan.
Contoh:
Letheridge, S. dan Cannon, C.R. (Eds.).t.t. Billingual Education Teaching as a second language. New York: Prager.
Miarso, Yusufhadi. (Ed.).1984. Teknologi Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Pusteskom Dikbud dan Rajawali.
3) Sumber dari artikel dalam buku kumpulan artikel (ada editornya)
Nama pengarang artikel ditulis di depan mengikuti dengan tahun penrbitan. Judul artikel ditulis tanpa garis bawah atau cetak miring. Nama editor ditulis seperti nama biasa, diberi keterangan (Ed.) bila hanya satu editor dan (Eds.) bila lebih darisatu editor. Judul buku kumpulannya digarisbawahi atau ditulis dengan huruf miring, dan nomor halamannya disebutkan dengan kurung. Judul artikel ditulis dengan huruf kecil, kecuali huruf pertama kata pertama judul ditulis dengan huruf besar atau kecil.
Contoh:
Hartley, J.T., Harker, J.O. dan Walsh, D.A. 1980. Contemporary Issues and New Direction in Adult Development of Learning and Memory. Dalam Poon, L.W. (Ed.), Aging in Psycological Issues (halaman 239-252). Washington, D.C.: American psychological Assosiations.
4) Sumber dari artikel yang dimuat di surat kabar atau majalah
Nama pengarang ditulis paling depan, diikuti oleh tahun, nomor (jika ada). Judul artikel bisa ditulis tanpa garis bawah, dan ditulis dengan huruf kecil semua, kecuali pada huruf awal pertama. Nama majalah ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama pada setiap setiap kata, diberi gars bawah. Nomor halaman tersebut pad bagian akhir.
Contoh:
Nurhidayat, Imam. 1993, 5 Mei. Kemiskinan dan Permasalahnnya. Republika, halaman 4.
Busri, Hasan. 1998. 22 Oktober. “Bahasa Indonesia Kehilangan Kepercayaan”. Surabaya Post, halaman 4.
5) Sumber dari Surat Kabar atau Majalah tanpa Penulisnya
Menuliskan sumber acuan yang diperoleh dari surat kabar atau majalah yang tidak ada nama pengarangnya, nama surat kabar atau majalah ditulis di bagian awal. Tahun dan tanggal ditulis setelah nama surat kabar atau majalah. Kemudian diikuti judul artikel yang dicetak miring atau dicetak tebal dan diikuti dengan menuliskan nomor halaman di mana artikel itu dimuat. Berikut ini cara penulisan yang dimaksudkan.
Jawa Pos. 2001, 22 April. Masalah Sosial Cenderung Meningkat. halaman 12.
Kompas. 2001. 27 Desember. Peningkatan Arus Mudik Lebaran. halaman 7.
6) Sumber dari dokumen
Judul atau nama dokumen ditulis pada bagian awal dengan garis bawah atau huruf miring, diikuti tahun penerbitan dokumen, kota penerbit, dan nama penerbit.
Contoh:
Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993: Yogyakarta: Penerbit Gajahmada.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1982 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas Duta Jaya.
7) Sumber dari lembaga yang ditulis atas nama lembaga
Nama lembaga penanggung jawab langsung ditulis paling depan, diikuti dengan tahun, judul karangan, nama tempat penerbitan, dan mana lembaga tertinggi yang bertanggung jawab atas penerbitan tersebut.
Contoh:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Laporan Penelitian. Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
8) Sumber dari karya terjemahan
Sumber acuan dari karya terjemahan, nama pengarang asli ditulis terlebih dahulu,kemudian diikuti tahun terbit dan judul buku (ditulis dengan cetak tebal atau huruf miring). Setelah itu baru nama penerjemah dikikuti tahun, kota, dan nama penerbit. Berikut ini disajikan contoh cara menuliskan sumber acuan yang diambil dari karya terjemahan. Contoh:
Ary, Donald; Jacobs, L.C. dan Razavieh, A. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 2004. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
9) Sumber yang berasal dari Skripsi, Tesis, atau Disertasi
Sumber acuan yang didapatkan dari sumber skripsi, tesis, atau disertasi cara penulisannya dalam daftar acuan adalah dengan menuliskan nama pengarang yang diikuti tahun penyusunan yang terdapat pada halaman sampulnya, judul skripsi, tesis, atau disertasi yang dikutip (dicetak miring atau cetak tebal), kemudian diikuti pernyataan skripsi, tesis, atau disertasi tidak diterbitkan, lalu diakhiri dengan nama fakultas dan lembaga perguruan tinggi. Contoh:
Busri, Hasan. 2003. Pengembangan Materi Pembelajaran Keterampilan Menyimak Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana IKIP Malang
10) Sumber dari makalah yang disajikan dalam Seminar atau Lokakarya
Sumber acuan dari makalah yang disajikan dalam suatu seminar atau lokakarya, cara penulisannya adalah dengan menuliskan nama penulis terlebih dahulu, lalu tahun penyajian makalah, judul makalah (dicetak miring atau dicetak tebal), kemudian diikuti pernyataan Makalah disajikan dalam ....., nama pertemuan, lembaga penyelenggara pertemuan, tempat petemuan diadakan, dan terakhir tanggal pertemuan.
Contoh:
Busri, Hasan . 1993. Problematik Pengajaran Bahasa Daerah Makalah disajikan dalam Seminar Pelestarian Bahasa dan Budaya Madura yang diadakan oleh Lembaga Pemberdayaan Sumberdaya Manusia di Gedung PUSPENMAS Pamekasan, 12 Oktober 1993. .

Perbedaan TZMKO dengan Deklarasi Djuanda


MAKALAH

 PERBEDAAN TZMKO 1939 DAN DEKLARASI DJUANDA

(Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan)




oleh

INDAH PURWANTI

2107160019



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PEDIDIKAN

UNIVERSITAS GALUH

CIAMIS

2017



KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur saya panjatkan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah Kewarganegaraan tentang “Perbedaan TZMKO 1939 dan Deklarasi Djuandasesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh dosen.

Saya selaku penulis berharap semoga kelak makalah ini dapat bermanfaat serta menambah wawasan tentang Perbedaan dan Pemahaman Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939 dan Deklarasi Djuanda. Tak lupa saya selaku penulis ucapkan terima kasih banyak kepada Dosen yang telah membimbing saya dalam proses pembuatan makalah.

 Selaku penulis saya menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan pasti ada kesalahan dan kekurangan, sehingga saya meminta  kritik dan saran dari rekan-rekan semua demi perbaikan ke depannya.


Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.


Ciamis, April 2017
 

Indah Purwanti





BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap warga bangsa dalam suatu Negara pasti memiliki wawasan nusantara, karena wawasan nusantara secara tidak langsung menambah pengetahuan akan semua yang ada di Negara tersebut dan yang lainnya.

Pada dasarnya, wawasan nusantara adalah untuk mewujudkan persatuan. Tahun 1928, wujud dari persatuan tercetus melalui sumpah pemuda. Persatuan menjadi pedoman dan arah perjuangan bangsa untuk mendirikan suatu Negara yang merdeka dan berdaulat.

Keberadaan wawasan nusantara sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia kurang dipahami oleh rakyat Indonesia sendiri. Kurangnya pemahaman tersebut dapat menimbulkan terjadinya perpecahan antar bangsa dan pelanggaran kawasan-kawasan di nusantara. Karena itu, pemahaman yang baik mengenai wawasan nusantara dapat mengatasi hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa perbedaan TZMKO dan Deklarasi Djuanda?

2.      Bagaimana cara menentukan batas laut Djuanda?

3.      Wawasan Nusantara Apa sajakah yang berada didalam Deklarasi Djuanda ?

1. 3 Tujuan

1.      Untuk mengetahui perbedaan TZMKO dan Deklarasi Djuanda.

2.      Untuk megetahui cara menentukan batas laut Djuanda.

3.      Untuk mengetahui posisi silang laut TZMKO

1.4 Manfaat

1.      Dapat mengetahui perbedaan TZMKO dan Deklarasi Djuanda.

2.      Dapat menentukan batas laut Djuanda.

1.5 Metode Penulisan

Metode pustaka yaitu dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet sebagai referensi.



BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hukum Laut TZMKO

Gambar 1. Peta Batas Wilayah Indonesia Berdasarkan TZMKO 1939 (sebelum Deklarasi Djuanda)


Hukum Laut TZMKO (Teritoriale ZEE En Maritim Kringen Ordonantie) ORDONANSI LAUT TERITORIAL DAN LINGKUNGAN-LINGKUNGAN MARITIM 1939 (Territoriale zee en maritieme kringen-ordonnantie 1939.) Catatan: Ordonansi ini s. d. u. dg. UU No, 4/Prp/1960dan PP No. 811962 Pasal I. ”Dengan mencabut ordonansi laut teritorial dan lingkungan-lingkungan maritim, yang ditetapkan dalam pasal I sub c (baca-pasal I) dalam ordonansi tanggal 11 Oktober 1935 (S. No. 497.) sebagaimana telah diubah dengan ordonansi tanggal 3Mei 1938 (S. 200.),

 Maka ditetapkan Peraturan berikut yang dapat disebut sebagai "Ordonansi laut teritorial dan lingkungan-lingkungan maritim1939". Pasal II. (1) Segala aturan yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Lama yang disebut dalam pasal I masih tetap berlaku, kecuali aturan-aturan yangsecara tegas dicabut menurut ordonansi ini. (2) Dalam lima tahun sebelum tanggal berlakunya ordonansi ini,maka semua surat izin yang masih terpakai (berlaku) dan telah diberikan dahulu, dianggap telah diberikan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalamordonansi ini; dan semua izin-izin lainnya dibatalkan pada saat berlakunya ordonansi ini. Pasal III. Di mana ada ditunjuk salah satu dari pasal-pasal 1 dan 8 sampai dengan 14 dari"Ordonansi laut teritorial dan lingkungan-lingkungan maritim" (S.1935-497.) di dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan aturantata-usaha, maka untuk ini haruslah dibaca (diganti dengan) pasal-pasal yangsesuai dengan bunyi "Ordonansi laut teritorial dan lingkungan-lingkungan maritim 1939" ini Pasal IV. Ordonansi ini mulai berlaku pada hari ketigapuluh setelah diumumkan (diumumkan padatanggal 26 Agustus 1939.)

Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah perairan mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia. Indonesia yang memiliki kurang lebih 13.670 pulau memerlukan pengawasan yang cukup ketat. Dimana pengawasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh pihak TNI/Polri saja tetapi semua lapisan masyarakat Indonesia. Bila hanya mengandalkan TNI/Polri saja yang persenjataannya kurang lengkap mungkin bangsa Indonesia sudah tercabik – cabik oleh bangsa lain. Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982, berikut ini adalah gambar pembagian wilayah laut menurut konvensi Hukum Laut PBB.

Wilayah perairan laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.

a. Zona Laut Teritorial Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal/perairan dalam (laut nusantara). Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar. Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Deklarasi Djuanda kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-undang No.4 Prp. 1960.
b. Zona Landas Kontinen Landas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia. Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara. Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.

c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
d. Melalui Konfrensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ke-3 tahun 1982 Pokok-pokok negara kepulauan berdasarkan Archipelago Concept negara Indonesia diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea) atau konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia meratifikasi Unclos 1982 melalui UU No.17 th.1985 dan sejak 16 Nopember 1993 Unclos 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara sehingga menjadi hukum positif (hukum yang berlaku di masing-masing negara). Berlakunya Unclos 1982 berpengaruh dalam upaya pemanfaatan laut bagi kepentingan kesejahteraan seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia. Perjuangan tentang kewilayahan dilanjutkan untuk menegakkan kedaulatan dirgantara yakni wilayah Indonesia secara vertikal terutama dalam memanfaatkan wilayah Geo Stationery Orbit (GSO) untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan keamanan.


2.2  Posisi Silang Indonesia Laut TZMKO

a. Belanda, devide et impera.

Sebelum deklarasi Juanda berlaku, hukum laut yang berlaku di Indonesia adalah hukum laut buatan pemerintah Hindia Belanda tahun 1939 yang dikenal Teritorale Zee Martime Keringen (TZMKO). Peraturan ini menimbulkan laut bebas. Adapun keuntungan dan kerugian diberlakukannya TZMKO adalah sebagai berikut:

Ø  Keuntungan

Apabila bangsa indonesia mampu mengelola, menguasai dan mengendalikan secara nyata seluruh obyek lalu lintas kekuatan dan pengeruh-pengaruh yang melintasi Nusantara, maka hal objek lalau lintas tersebut dapat dimanfaatkan untuk sinergi kekuatan bangsa Indonesia.

Ø  Kerugiannya

Persaingan antar negara dalam mengambil dan memanfaatkan sumber daya kekuatan yang ada di “jalur bebas” berimplikasi luas terhadap keutuhan wilayah nusantara dan kesejahteraan bangsa dan negara  Indonesia.

b. Geografi

Perlu kita ketahui bahwa Kepulauan nusantara merupakan kepulauan terbesar di dunia. Bentuknya memanjang di sekitar khatulistiwa. Panjang kepulauan nusantara ini setara dengan jarak pantai timur ke pantai barat Amerika Serikat. Jumlah pulau yang berada di Indonesia adala 17.508 dengan 6.044 diantaranya telah mempergunakan nama. Letak wilayah Indonesia adalah sebelah khatulistiwa dengan batas :

1. Utara             : lebih kurang  6° LU

2.  Selatan         : lebih kurang  11°  LS

3.  Barat            : lebih kurang  95°  BT

4.  Timur           : lebih kurang  141° BT

c. Geopolitik

Kata Geopolitik ini berasal dari “geo” yang berarti bumi dan poltik. Geopolitik ini mengandung pengertian kebijakan politik yang mengaitkan pengaruh letak geografi bumi yang menjadi wilayah, manusia yang tinggal di atas permukaan  bumi. Dengan demikian, geopolitik adalah landasan ilmiah bagi tindakan politik dalam memperjuangkan demi kelangsungan hidup semua organisasi negara untuk memperoleh ruang hidupnya.

Geopolitk dikembangkan sesuai dengan pancasila, sehingga tidak mengandung unsur-unsur ekspansionisme maupun kekerasan. Bangsa Indonesia harus memiliki kemampuan-kemampuan statik maupun dinamik dibidang kesejahteraan dan keamanan.

d. Geotrategi

Pengertian dari Geotrategi adalah kebijaksanaan pelaksanaan dari geopollitik yang mencakup : menentukan tujuan, menentukan sarana, menentukan cara penggunaan sarana untuk mencapai tujuan.

Keadaan dan letak negara pada posisi saling memberikan pengaruh terhadap segenap kehidupan bangsa. Pengaruh-pengaruh tersebut pada satu pihak memang mengutungkan, tetapi pihak lain tidak menguntungkan, bahkan megundang berbagai bentuk ancaman yang bebahaya. Dalam menyusun strategi untuk menjamin kelangsungan hidupnya, bangsa Indonesia harus lebih memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor yang tidak menguntungkan.


2.3 UNCLOSS dengan ZEE

Bagi Indonesia Melalui Konfrensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ke-3 tahun 1982, pokok-pokok negara kepulauan berdasarkan Archipelago Concept negara Indonesia diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea) atau konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia meratifikasi Unclos 1982 melalui UU No.17 th.1985 dan sejak 16 Nopember 1993 Unclos 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara sehingga menjadi hukum positif (hukum yang berlaku di masing-masing negara). Berlakunya Unclos 1982 berpengaruh dalam upaya

pemanfaatan laut bagi kepentingan kesejahteraan seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia.

2.4 Hukum Laut Deklarasi Djuanda Deklarasi Djuanda



Gambar 2. Peta Batas Wilayah Indonesia Setelah Deklarasi Djoeanda.


Hukum Laut Deklarasi Djuanda Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939).

Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari

garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan

kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 82.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional. Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian Jaya ), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut.

Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. TZMKO 1939 tidak menjamin kesatuan wilayah Indonesia sebab wilayah Indonesia menjadi terpisah-pisah, sehingga pada tgl. 13 Desember 1957 pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang isinya :

a. Segala perairan disekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas/lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Indonesia.

b. Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia.

c. Batas laut teritorial adalah 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau negara Indonesia. Sebagai negara kepulauan yang wilayah perairan lautnya lebih luas dari pada wilayah daratannya, maka peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara. Pada tahun 1999, Presiden Soeharto mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Penetapan hari ini dipertegas dengan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional. Landasan Wawasan Nusantara Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai

diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. Sedangkan pengertian yang digunakan sebagai acuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia adalah: ”cara pandang dan sikap bangsa Indonesia


9mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan

menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional”.

a. Landasan Idiil (Pancasila) Pancasila sebagai falsapah Bangsa Indonesia telah dijadikan landasan idiil dan dasar negara sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

b. Landasan Konstitusional (UUD 1945) Unsur Dasar Wawasan Nusantara :

1. Wadah (Contour) Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka ragam budaya. Bangsa Indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan dalam wujud supra struktur politik dan wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagai kelembagaan dalam wujud infra struktur politik.

2. Isi (Content) Adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional.

3. Tata laku (Conduct)

Hasil interaksi antara wadah dan isi wasantara yang terdiri dari :

a. Tata laku Bathiniah yaitu mencerminkan jiwa, semangat dan mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia.

b. Tata laku Lahiriah yaitu tercermin dalam tindakan, perbuatan dan perilaku dari bangsa Indonesia. Kedua tata laku tersebut mencerminkan identitas jati diri/kepribadian bangsa berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta terhadap bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan rasa nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional. Dengan adanya

wawasan nusantara kita dapat mempererat rasa persatuan di antara penduduk Indonesia yang saling berbhineka tunggal ika.

c. Landasan Visional (Ketahanan Nasional) Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional Bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat indonesia, agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai dan mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.

d. Landasan Konsepsional (GBHN) Ketahanan Nasional merupakan konsepsi bangsa dan negara, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.

e. Landasan Oprasional (Kebijakan Dasar Negara) GBHN sebagai politik dan strategi nasional atau sebagai kebijakan dasar nasional, berkedudukan sebagai landasan oprasional.


2.6 Wawasan Nusantara

1. Wawasan Benua. Wawasan benua mendasarkan pada konsep kekuatan di darat, yang dikemukakan oleh Sir Halford Mackinder (1861-1947) dan Karl Haushofer. Menurut pendapat mereka, negara yang menguasai daerah Eropa Timur maka akan menguasai jantung yang berarti menguasai pulau dunia (Eurasia-Afrika), dan yang dapat menguasai pulau dunia adalah akan menguasai dunia.

2. Wawasan Bahari.

Wawasan bahari mendasarkan pada konsep kekuatan di lautan. Tokohnya adalah Sir Walter Raleigh (1554-1618) yang menyatakan “ siapa yang menguasai lautan akan menguasai perdagangan, dan siapa yang menguasai perdagangan berarti akan menguasai dunia”. Tokoh lainnya Alfred Thayer Mahan (1840-1914), yang mengemukakan bahwa kekuatan laut sangat vital bagi pertumbuhan, kemakmuran, dan keamanan nasional.

3. Wawasa Dirgantara.

Wawasan dirgantara mendasarkan pada konsep kekuatan di udara yang dikemukakan oleh Guilio Douchet (1869-1930), J.F. Charles Fuller (1878), William Billy Mitchell (1877-1946), A. Savesnsky (1894). menurut konsep ini, kekuatan di udara merupakan daya tangkis yang ampuh terhadap segala ancaman, dan dapat melumpuhkan kekuatan lawan dengan penghancuran sehingga tidak mampu lagi bergerak menyerang.

4. Wawasan Kombinasi.

Wawasan kombinasi merupakan integrasi ketiga wawasan, yaitu wawasan benua, wawasan bahari, dan wawasan dirgantara, yang mencakup pula teori daerah batas (Rimland) dari Nicholas J. Spykman (1893-1943). Teori Spykman inilah pada dasarnya yang melandasi wawasan kombinasi, dan banyak memberikan inspirasi kepada negarawan, ahli-ahli geopolitik dan strategi untuk menyusun kekuatan negara dewasa ini.


2.7 Menentukan Batas Laut Deklarasi Juanda

1. Menentukan titik terluas dari setiap arah Barat, Timur, dan Selatan.

2. Mengembangkan titik-titik terluas dengan garis pangkal lurus.

3. Menarik keluar selebar 12 mil drajat koordinasi untuk menjaga persatuan dan kesatuan Wilayah NKRI sesuai dengan UUD 1945 pasal 1.


2.8 Perbedaan Hukum Laut Hindia Belanda 1939 dan Hukum Laut Deklarasi Juanda

TZMKO Belanda Devide et Impera mengatakan  batas wilayah berjarak 3 mil yang diukur dari garis dasar yang telah membentuk garis rendah dari setiap pulau. Geografi Negara Indonesia adalah Negara tersebar di asean yang bercirikan kepulauan letaknya dilalui garis khatulistiwa dengan batas-batas.

Ø  Utara     : + 60 Lintang Utara

Ø  Selatan : + 110 Lintang Selatan

Ø  Barat     : + 950 Bujur Timur

Ø  Timur    : + 1410 Bujur Timur

Sedangkan Deklarasi Djuanda, dikukuhkan dengan UU No. 4/PrP/1960 tanggal 18 Februari 1960 tentang perairan Indonesia. Sejak itu terjadilah perubahan bentuk wilayah nasional dan perhitungannya. Laut territorial diukur sejauh 12 mil dari titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan, sehingga merupakan satu kesatuan wilayah yang utuh dan bulat. Dengan demikian, luas wilayah territorial Indonesia yang semula hanya sekitar 2 juta KM2  kemudian bertambah menjadi 5 juta KM2 lebih.  Rincian perhitungannya :

Daratan : 2.027.087 KM2 + 3.166.163 KM2 = 5.193.250 KM2. Tiga perlima wilayah Indonesia berupa perairan atau kelautan, dan Indonesia dikenal sebagai Negara maritim.



SIMPULAN


Sebelum Deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeen en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai.

Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah perairan mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia.

Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut territorial. Zona batas luas tidak boleh melebihi kelautan 200 mil dari garis dasar dimana luas pantai territorial telah ditentukan. Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil adalah batas maksimum dari ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang dari itu, negara itu dapat mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai tidak akan memilih mengurangi wilayahnya ZEE kurang dari 200 mil, karena kehadiran wilayah ZEE di negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas 200 mil menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan sejarah dan politik : 200 mil tidak memiliki geographis umum, ekologis dan biologis nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak di klaim oleh negara pantai adalah 200 mil, diklaim negara-negara amerika latin dan Afrika. Contoh yang paling menjanjikan muncul dalam perlindungan zona diadopsi dari Deklarasi Panama 1939. Zona ini telah disalah pahami secara luas bahwa luasnya adalah 200 mil, padahal faktanya luasnya beranekaragam dan tidak lebih dari 300 mil.






LAMPIRAN

Matrix Perbedaan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939 dan Deklarasi Djuanda

TZMKO 1939
DEKLARASI DJUANDA
1.      Produk hukum peninggalan Belanda
2.      batas wilayah berjarak 3 mil yang diukur dari garis dasar yang telah membentuk garis rendah dari setiap pulau
3.      Lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut
4.      Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial
5.      Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal/perairan dalam (laut nusantara)
6.      Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter
7.      Batas landas kontinen diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut
8.      Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar
9.      Diberi kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut
10.  Ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara.
1.      Indonesia dikenal sebagai Negara maritim
2.      Laut territorial diukur sejauh 12 mil dari titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan
3.      Wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km²
4.      Terciptanya garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut
5.      Tiga perlima wilayah Indonesia berupa perairan atau kelautan.















14